Slide 1

Go to reading quran.

Slide 2

Bolehkah melihat kemaluan pasangan.

Slide 3

Bolehkah Suami menyusu istri.

Slide 4

Hadiah Fatekhah dan Tahlilan.

Slide 5

Bolehkan Ibu Hamil Ziarah Kubur.

11 Januari 2016

Menambah amal ketika telah mati

Orang mati tidak mungkin bisa kembali lagi. Sebagaimana tidak mungkinnya orang mati menambah amal sebagai revisi atas amal yang telah diperbuatnya selama hidup. Karena sedari masa hidupnya telah diingatkan bahwa ‘ad-dunya mazra’atul akhirat’. itu artinya, masa hidup merupakan momentum penanaman dan masa mati adalah waktu untuk memanen. Maka janganlah mengharap untuk menambah amal ketika telah mati, nikmati saja hasil dari amal ketika hidup.

Diantara bentuk tanaman yang bisa diunduh saat mati adalah apa yang pernah dikatakan Rasulullah saw dalam hadits yang terkenal:


إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

"Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya". [HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i]






Sesungguhnya tiga hal ini tidaklah bersifat paten apa adanya, tetapi dapat dimaknai sebagai sebuah inti yang dapat dikembangkan. Misalkan dalam konteks ilmu yang manfaat, sesungguhnya seseorang yang berilmu kemudian meninggal dan ilmunya itu telah disebarkan ke pada murid-muridnya maka ketika sang murid beramal, sang gurupun mendapat bagiannya. Demikian pula dengan amal jariyah dan anak shaleh.
 

عن سفيان عمن سمع من انس ابن مالك رضي الله تعالى عنه يقول قال رسول  الله صلى الله عليه وسلم إن الأعمال الأحياء تعرض على عشائرهم وعلى أبائهم  من الأموات فإن كان خيراً حمدوا الله تعالى واستبشروا وإن يروا غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم هداية فقال عليه السلام يؤذى الميت فى قبره كما يؤذى فى حياته قيل ما ايذاء الميت قال عليه السلام ان الميت لايذنب ولايتنازع ولايخاصم احدا ولايؤذى جارا الا انك ان نازعت احدا لابد ان يستمك ووالديك فيؤذيان عند الاسأة وكذالك يفرحان عند الاحسان فى حقهما.

Dari Sufyan, ia dari seseorang yang pernah mendengar Anas bin Malik R.A. ia berkata. Rasulullah saw bersabda “sesungguhnya amal-amal mereka yang masih hidup itu bisa disodorkan kepada keluarga dan ayah-ayahnya yang sudah meninggal. Jika amal tersebut baik maka mereka merasa gembira dan memuji Allah swt. tapi jika amal tersebut buruk, maka mereka (para mayit) berdoa “ Ya Allah janganlah kau tutup usianya sebelum mereka Kau beri petunjuk”. Kemudian Rasulullah saw bersabda “ mayyit yang ada di dalam kubur itu juga merasa sakit, apabila ia disakiti. Seperti halnya ia masih hidup”.  “bagaimana caranya menyakitkan mayyit” demikian beliau ditanya. “apabila engkau bersengketa dengan seseorang, kemudian seseorang tersebut mencacimu dan mencaci kedua orang tuamu(yang sudah meninggal). Nah, sekarang mayyit yang sama sekali tidak merasa berdosa dan bersengketa, bersitegang urat saraf kepada seseorang serta tidak merasa menyakitkan hati tetangga, turut juga terkena cacian dari seseorang. Jadi dia merasa di sakitkan hatinya jika diperbuat jelek. Juga begitu sebaliknya, dia merasa bergembira ria andaikata diperbuat bagus”

Demikianlah sesungguhnya amal seseorang di dunia ini sangat erat hubungannya dengan nasib orang tua yang telah meninggal. Karena mereka turut merasakan akibat yang ditimbulkan dari kelakuan anak-anaknya yang hidup.
Share:

Larangan bagi wanita Haid

Ada sejumlah larangan dalam Islam bagi wanita yang sedang dalam masa haid yaitu:
1. Shalat
2. Berwudu` atau Mandi Janabah
3. Puasa
4. Tawaf di Baitullah
5. Menyentuh mushaf (Quran)dan membawanya
6. Masuk ke Masjid
7. Bersetubuh/senggama/hubungan intim (jimak).
8. Melafazkan atau membaca ayat-ayat Al-Quran kecuali dalam hati atau doa/zikir yang lafadznya diambil dari ayat Al-Quran.
 
Larangan membaca Al-Quran (tanpa memegangnya) masih terjadi perbedaan pendapat. 

Sebagian ulama termasuk Imam Syafi’i dan Maliki membolehkan membaca Al-Quran bagi wanita haid dengan catatan:
  1. Takut lupa atau memang pekerjaannya mengajarkan/menghapal al-Qur’an. 
  2. Sedang berargumentasi sehingga harus menggunakan al-Qur’an sebagai dali.
  3.  Membaca ayat-ayat pendek yang tujuannya untuk zikir
Share:

Ciri ciri darah haid





Tanda darah haid yang membedakannya dari darah istihadlah dan nifas adalah sebagai berikut:

1. Sumbernya berasal dari bagian dalam rahim wanita.
2. Kental dan agak kehitaman.
3. Warna kehitaman dan kadang berubah menjadi kuning atau merah.
4. Tidak menggumpal atau membeku.
5. Berbau tidak sedap.
6. Siklus waktu teratur (ada pengecualian bagi peserta KB atau Keluarga Berencana).
Share:

Definisi Haid

Haid adalah proses pengeluaran darah dan cairan melalui kelamin wanita (vagina) yang mengandung sel-sel mati dari lapisan selaput lendir (lapisan endometrium) rahim. 

Atau meluruhnya zat-zat nutrisi pada dinding rahim karena tidak terjadi pembuahan pada waktu ovulasi sebelumnya. Luruhnya zat-zat nutrisi yang menempel di dinding rahim itulah yang lazim kita sebut sebagai “darah haid”.
 



Dalam terminologi fiqh, haid adalah darah yang keluar dari rahim wanita yang baligh dan sehat yang selain darah nifas.
 
Dalam Q.S. Al-Baqarah 2:222 Allah berfirman:

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا۟ النِّسَآءَ فِى الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّـهُ ۚ إِنَّ اللَّـهَ يُحِبُّ التَّوّٰبِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
 
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang mahiid. Katakanlah, “Ia adalah gangguan”. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah bersuci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan mehukai orang-orang yang bersungguh-sungguh menyucikan diri (Terjemahan dari Tafsir Al Mishbah Quraish Shihab).
Share:

Hukum Senggama saat istri berhenti haid tapi belum bersuci

Wanita haid yang sudah berhenti darah haidnya tetap tidak boleh (haram) bersenggama (jimak/bersetubuh) dengan suaminya kecuali setelah bersuci atau mandi. Adapun dasar hukumnya sebagai berikut:




1. Quran Surat Al-Baqarah 2:222
فاعتزلوا النساء في المحيض، ولا تقربوهن حتى يطهرن، فإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم الله، إن الله يحب التوابين ويحب المتطهرين
Artinya: Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

2. Jumhur (mayoritas) ulama dari 3 madzhab utama yaitu Malikiy, Syafi’i dan Hanbali, sepakat bahwa hubungan intim (dukhul) antara wanita haid yang sudah berhenti darahnya dengan suaminya itu haram kecuali setelah mandi (ghusl) atau bersuci.

3. Yusuf Qardhawi menghukumi haram bersetubuhnya wanita haid sebelum bersuci walaupun darah sudah mampet (berhenti)
يقول يوسف القرضاوي:-
جمهور الفقهاء يرون: أنه لا يجوز للزوج أن يجامع زوجته إلا بعد أن تغتسل، أي تغسل رأسها وجسدها كله بالماء
Imam Jalaluddin as-Suyuthi membolehkan terjadinya senggama antara suami-istri apabila darah haid sudah berhenti (خلافا لما بحثه العلامة الجلال السيوط – أي من حل الوطء أيضا بالانقطاع) dalam I’aanah at-Thaalibiin I/85.

4. Madzhab Hanafi membolehkan terjadinya hubungan intim (jimak) apabila darah haid putus dan waktu haid sudah melewati 10 hari.
وقال الحنفية:إن انقطع الدم لأقل من عشرة أيام ـ وهي أكثر الحيض ـ لم يحل وطؤها حتى تغتسل، أو يمضي عليها وقت صلاة، وؤن انقطع لعشرة أيام جاز قبل الغسل، لقوله تعالى: (حتى يطهرن) ينقطع الحيض. حملوه على العشرة. وقراءة التشديد حملوها على ما دون العشرة، عملا بالقراءتين. هكذا قالوا. ولأن ما قبل العشرة لا يحكم بانقطاع الحيض، لاحتمال عود الدم، فيكون حيضا، فإذا اغتسلت أو مضى عليها وقت صلاة: دخلت في حكم الطاهرات. وما بعد العشر حكمنا بانقطاع الحيض، لأنها لو رأت الدم لا يكون حيضا فلهذا حل وطؤه
 
CATATAN
– الحيض هو خروج الدم المعروف من رحم الانثى البالغة السليمة من غير ولادة او افتضاض، ويعرف الحيض باسماء اخرى منها الطمث

 
– Hadits tentang tidaj boleh shalat dan puasa saat haid dari Aisyah:
 كنا نحيض عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم نطهر فيأمرنا بقضاء الصوم ولا يأمرنا بقضاء الصلاة
 
– Larangan tawat di Ka’ab saat haid hadits Abu Daud dan Tirmidzi:
 النفساء والحائض ـ إذا اتيا الميقات ـ تغتسلان وتحرمان وتقضيان المناسك كلها غير الطواف بالبيت
 
– Larangan masuk masjid dan i’tikaf saat haid hadits riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah:
 أمر الرسول الله صلى الله عليه وسلم الحائض أن تعتزل عن مصلى المسلمين
 
– Larangan menyentuh dan membaca Quran. 
Quran
 لا يمسه إلا المطهرون
dan hadits:
 لا يقرأون القرآن ولا يطأون مصحفا بأيديهم ، حتى يكونوا متوضئين– 
Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a
“Artinya : Dari jalan Abdul Malik bin Maslamah (ia berkata) Telah menceritakan kepadaku Mughirah bin Abdurrahman, dari Musa bin Uqbah dan Naafi, dari Ibnu Umar, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak boleh bagi orang junub membaca sedikitpun juga dari (ayat) Al-Qur’an”
 
– Hadits yang lain dari jalan Ibnu Umar.
“Artinya : Dari seorang laki-laki, dari Abu Ma’syar, dari Musa bin Uqbah, dari Naafi, dari Ibnu Umar, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Perempuan yang haid dan orang yang junub, keduanya tidak boleh membaca sedikitpun juga dari (ayat) Al-Qur’an”
 
–  Dari Muhaajir bin Qunfudz, sesungguhnya dia pernah datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang buang air kecil (kencing), lalu ia memberi salam kepada beliau akan tetapi beliau tidak menjawab (salam)nya sampai beliau berwudlu. Kemudian beliau beralasan dan bersabda : ”Sesungguhnya aku tidak suka menyebut nama Allah (berdzikir) kecuali dalam keadaan suci (berwudlu)” [Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan lain-lain]
 
– Hadits yang lain dari jalan Jabir bin Abdullah.
“Artinya : Dari jalan Muhammad bin Fadl, dari bapaknya, dari Thawus, dari Jabir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak boleh bagi perempuan yang haidh dan nifas (dalam riwayat yang lain : Orang yang junub) membaca (ayat) Al-Qur’an sedikitpun juga (dalam riwayat) yang lain : Sedikitpun juga dari (ayat) Al-Qur’an)”
 
– Dalil tak boleh sentuh mushaf alquran baigi orang junub/haid/nifaz
 
Umar bin Khattab masuk Islam
Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah berdo’a,” Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, iaitu Umar bin al-Khatab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.
 
Berkenaan dengan masuknya Umar bin al-Khatab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab “ Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut:
 
Anas bin Malik berkata:” Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya” Wahai Umar, hendak kemana engkau?,” maka Umar menjawab, “ Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya:”Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad”.
 
Lalu orang tadi berkata,” Tidak engkau tahu bahawa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu”. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, “barangkali keduanya benar telah berpindah agama”,. Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khatab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah.
 
Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu itu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau engaku ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci).”. Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut iaitu surat Toha sampai ayat,” Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Solat untuk mengingatiku.” (Qs.Toha:14). Setelah itu Umar berkata,” Bawalah aku menemui Muhammad.”.
 
Mendengar perkataan Umar tersebut langsung Khabbab keluar dari sembunyianya seraya berkata:”Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap doa yang dipanjatkan Nabi pada malam khamis yang lalu menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdoa “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, iaitu Umar bin al-Khatab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.
 
Lalu Umar berangkat menuju tempat nabi Muhammad saw, didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata,” jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.
 
Lalu bertambahlah kejayaan Islam dan Kaum Muslimin dengan masuknya Umar bin Khatab, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud, seraya berkata,” Kejayaan kami bertambah sejak masuknya Umar.”.
 
Umar turut serta dalam peperangan yang dilakukan bersama Rasulullah, dan tetap bertahan dalam perang Uhud bersama Rasulullah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Sayuti dalam “Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin”.
Share:

Ketahuilah Orang Mati Dapat Melihat Keadaan Orang Yang Masih Hidup

Dalam salah satu kitab (buku) yang membahas hal ini, buku berjudul "Ar-Ruh", penulisnya, Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah membeber banyak dalil bahwa orang yang telah meninggal dunia tahu jika diziarahi dan menjawab salam jika disalami. Sebuah hadits dari Nabi menjelaskan: "Jika seseorang berziarah kepada makam saudaranya, dan duduk dekat pusara saudaranya itu, maka saudaranya yang telah meninggal itu akan merasa tenang dan menjawab salamnya, sampai orang tadi berdiri pergi meninggalkan pemakaman".
 
Bahkan di halaman-halaman berikutnya Ibnu Qoyyim menjelaskan banyak pendapat sekaligus dalil bahwa perbuatan dan tindakan orang-orang yang masih hidup disiarkan secara live kepada kerabatnya yang telah meninggal dunia; jika mereka melihat amal keluarganya itu bagus, mereka akan gembira dan bahagia.
 
Ibnu Qoyyim mengklasifikasikan ruh menjadi dua:
- Ruh yang disiksa
- Ruh yang bergelimang nikmat
 
Ruh-ruh yang disiksa, tersibukkan oleh siksaan yang dialaminya sehingga tidak sempat saling bertemu atau berkunjung. Sedangkan ruh yang mendapat nikmat, dalam keadaan bebas tidak ditahan sehingga bisa ke mana saja untuk saling berkunjung, bahkan memperbincangkan masa lalu mereka saat hidup di dunia.
 
Lalu, apakah ruh-ruh orang yang meninggal bisa bertemu dengan yang masih hidup?
 
Kata Ibnu Qoyyim, bisa, melalui mediasi dunia mimpi saat orang yang masih hidup sedang tidur, saling bicara, ngobrol tentang apa saja, bahkan tentang yang terjadi di dunia, dan cerita soal ini sangat banyak sekali kita dengar. Salah satunya terjadi di zaman Nabi, dialami oleh sahabat-sahabat beliau.
 
Diceritakan, dua sahabat Nabi yang saling berteman karib, Auf bin Malik dan Sha'b bin Jutsamah, keduanya membuat kesepakatan, jika salah satu dari keduanya meninggal duluan, maka jika bisa, yang meninggal harus datang di mimpi yang masih hidup.
 
Beberapa waktu kemudian Sha'b meninggal, dan dia datang ke mimpi Auf, Auf pun melihatnya di mimpi dan keduanya mulai berbincang.
"Apa yang kau alami di sana?" Tanya Auf.
"Diampuni dosa-dosaku, alhamdulillah," jawab Sha'b. 

Hanya saja Auf melihat bercak hitam di leher Sha'b.
"Apa ini?" Tanya Auf.
"Oh, ini sebab hutangku pada seorang yahudi, 10 Dinar, belum aku bayar, tolong bayarkan, uangnya ada di kotak di rumahku, tempatnya di sudut." Kata Sha'b.
"Auf, aku beri tahu kamu, semua kabar keluargaku sepeninggalku, seluruhnya sampai padaku, bahkan kucing kami yang barusan mati beberapa hari lalu," lanjut Sha'b menutup pertemuan itu.
 
Setelah itu Auf terbangun dengan penuh ketakjuban, dan segera bergegas ke rumah sahabatnya untuk membuktikan apakah mimpi itu benar. Sesampai di rumah sang sahabat, ternyata apa yang dikatakan di mimpi tadi benar. Uang 10 Dinar juga ditemukan di sebuah kotak di sudut rumah, dan oleh Auf diambil untuk dibayarkan pada Yahudi tadi.
 
Namun Auf bertanya pada Yahudi tadi apa benar Sha'b berhutang padanya 10 Dinar dan belum sempat dibayar? Yahudi tadi membenarkan jika Sha'b berhutang padanya.
 
Setelah itu Auf kembali ke rumah Sha'b, dan bertanya pada Istri Sha'b, apakah terjadi sesuatu di rumah ini? Istri Sha'b menjawab, tidak terjadi apa-apa, kecuali kucing yang mati beberapa hari lalu.
 
Oke, sekarang, apa mungkin menghadiahkan pahala amal ke orang yang telah meninggal?
Kenapa tidak? 

Haji atas nama orang meninggal (Haji Badal) saja bisa, yang artinya pahalanya tentu buat orang tadi. Begitupula amal yang lain semisal shalat, puasa, umroh, bacaan qur'an, sedekah, dan doa, semuanya bisa dengan niat melakukan amal-amal itu untuk dihadiahkan pada ruh orang yang telah meninggal, dan pahala itu sampai kepada mereka atas izin Allah sebagai sebuah parcel yang sangat berharga. 

Tentang ini dijelaskan juga secara rinci dan panjang lebar dengan dalil-dalil shahih oleh Ibnu Qoyyim di kitabnya tadi, "Ar-Ruh".
 
Soal ruh memang penuh misteri, hanya sedikit pengetahuan kita tentang inti seluruh makhluk hidup itu. Sebagian tentang ruh dari sisi lain pernah juga aku ungkap di salah satu bukuku, "Bengkel Jiwa" (Hasfa Publisher, Agustus 2011).

(Yas-alunaka anir ruh, qul-ir ruh min amri Robbi, wa maa utitum minal ilmi illa qolila) Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakan bahwa ruh adalah urusan Tuhanku, dan kalian tidak diberi pengetahuan tentangnya kecuali sedikit saja.

________________
Sumber : alawyaly.blogspot.com

Share:

Hukum Plagiat Atau Copy Paste

Secara hakiki, segala yang diam dan bergerak di muka bumi baik daratan maupun lautan memang milik Allah swt. Kalau secara hakiki, hal ini diterapkan dalam keseharian, kehidupan akan mendadak chaos karena siapa saja merasa menjadi Khalifatullah. Namun, secara majazi hak milik Allah bisa diidhofahkan (ditujukan) kepada siapa saja agar kehidupan jadi terang dan terus berjalan.
 
Allah sendiri mengakui adanya hak milik (haqqul milk) dan hak guna (haqqul intifa’) hamba-Nya. Dengan hak milik dan hak guna ini, setiap makhluk bisa bergerak secara fungsional, tidak bebas semaunya. Lalu bagaimana dengan hukum plagiat atau copy paste menurut fiqih?
 
Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan plagiat sebagai “Pengambilan karangan (pendapat dan lain-lain) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan lain-lain) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis atau artikel orang lain atas nama dirinya sendiri (jiplakan).”
 
Lembaga Fatwa Mesir, Darul Ifta Al-Mishriyyah melansir keterangan tentang hukum plagiat atau copy paste karya orang lain berikut ini :حقوق التأليف والاختراع أو الابتكار مصونة شرعا، ولأصحابها حق التصرف فيها، ولا يجوز الاعتداء عليها والله أعلم. وبناء على ذلك: فإن انتحال الحقوق الفكرية والعلامات التجارية المسجلة لأصحابها بطريقة يفهم بها المنتحل الناس أنها العلامة الأصلية هو أمر محرم شرعا يدخل في باب الكذب والغش والتدليس، وفيه تضييع لحقوق الناس وأكل لأموالهم بالباطل

“Hak karya tulis dan karya-karya kreatif, dilindungi secara syara’. Pemiliknya mempunyai hak pendayagunaan karya-karya tersebut. Siapa pun tidak boleh berlaku zalim (aniaya) terhadap hak mereka. Berdasarkan pendapat ini, kejahatan plagiasi atau copy paste terhadap hak intelektual dan hak merk dagang yang ter-registrasi dengan cara mengakui karya tersebut di hadapan publik, merupakan tindakan yang diharamkan syara’. Kasus ini masuk dalam larangan dusta, pemalsuan, penggelapan. Pada kasus ini, terdapat praktek penelantaran terhadap hak orang lain; dan praktik memakan harta orang lain dengan cara batil.”

Melihat dari keterangan di atas, sudah semestinya setiap orang mengapresiasi karya orang lain dan menghargainya dengan tidak melakukan plagiasi. Setidaknya kalau tidak bisa izin, menyebutkan sumber lengkapnya dengan nama pembuat atau situsnya kalau mau mengutip semisal karya apa saja mulai dari seni rupa, seni tari, seni musik, sastra, karya jurnalistik, artikel ataupun hasil karya lainnya. Wallahu A’lam.

 
___________
Sumber : www.nu.or.id
Share:

Haid dan Nifas

1. Haid

A. Definisi Haid
Haid adalah darah yang keluar dari rahim secara berkala melalui vagina – bukan setelah melahirkan– pada usia subur (9 tahun lebih).

B. Hukum Mempelajari Haid
Setiap wanita wajib mempelajari haid dan hal-hal yang terkait. Bahkan sang suami tidak boleh melarang istrinya keluar rumah untuk belajar tentang hukum-hukum haid kecuali bila ia sanggup mengajar sendiri istrinya.

C. Usia Haid
Wanita dapat mengalami haid minimal sejak usia 9 tahun kurang 16 hari dengan hitungan kalender Hijriyah. Wanita yang mengalami pendarahan beberapa hari sebelum usia minimal haid. Dan memanjang hingga memasuki usia minimal haid. Maka yang dihukumi haid hanya darah yang masuk pada usia minimal haid. Misalnya jika mengalami pendarahan 10 hari pada usia 9 tahun kurang 20 hari. Maka 4 hari pertama dari darahnya tidak dihukumi haid. Dan 6 hari berikutnya dihukumi haid. Pendarahan yang terjadi pada masa monopouse dihukumi haid (bila tidak kurang dari 24 jam).

D. Masa Haid
Minimal masa haid adalah 24 jam jika darahnya keluar terus. Maksimalnya 15 hari 15 malam (360 jam) walaupun darahnya putus-putus, namun bila dijumlah darahnya mencapai 24 jam atau lebih.

Contoh; wanita yang pada tanggal 1 mengalami pendarahan 2 jam dan bersih 72 jam (3 hari). Kemudian mengalami pendarahan lagi 20 jam lalu bersih 10 hari. Selanjutnya keluar darah lagi 2 jam. Maka semua darahnya dihukumi haid. Karena jika dijumlah mencapai 24 jam dalam kurun waktu 15 hari. Ulama berbeda pendapat mengenai masa bersih di sela-sela haid. Ada yang menghukumi haid, ada pula yang menghukumi suci. Oleh karena itu wanita yang haidnya putus-putus, setiap darahnya berhenti wajib bersesuci dan shalat (bila mengikuti pendapat yang kedua).

Semisal ada orang mengalami haid 2 hari lalu bersih. Ia mengira dirinya sudah suci. Kemudian melaksanakan puasa. Selang 10 hari kemudian ternyata keluar darah lagi 2 hari. Maka semua darahnya dihukumi haid. Sedangkan puasa yang ia lakukan di masa bersih, bila mengikuti pendapat yang kedua, hukumnya sah. Namun bila mengikuti pendapat yang pertama (haid) ia wajib mengulangi lagi puasanya, sebab tidak sah.

Wanita yang kebiasaan haidnya 9 hari, lalu pada suatu saat mengalami pendarahan dua hari, dan bersih. Jika ada kemungkinan darahnya akan keluar lagi, ia boleh menunggu (tidak shalat) hingga hari ke 9. Namun jika ternyata darahnya tidak kembali lagi, ia harus mengqadha’ shalatnya .

Wanita yang mengalami haid dapat mengetahui bahwa darahnya bersih dengan cara memasukkan segumpal kapas ke dalam vagina. Bila pada kapas tersebut ada bercak (sekalipun hanya cairan keruh) berarti belum bersih / suci. Meskipun cairan tersebut tidak sampai mengalir ke vagina bagian luar (bagian yang tampak ketika sedang jongkok buang air) .

Banyak mereka yang salah paham dan menganggap cairan keruh keputihan bukan haid. Padahal kenyataannya empat mazhab menjelaskan yang sedemikian itu disebut haid .

Kesalahpahaman ini berakibat fatal. Sebab sebagian besar wanita mengalami pendarahan haid seperti berikut. Mula-mula keluar cairan keruh keputihan. Dan itu berlangsung hingga 2 hari (misalnya). Lalu keluar merah 4 hari. Kemudian keluar cairan keruh lagi 2 hari. Maka haidnya 8 hari. Sementara ada anggapan bahwa yang dihukumi haid hanya darah merah (yang 4 hari) saja. Sedangkan yang keruh dihukumi suci. Jadi pada saat merahnya berganti keruh, ia pun mandi. Kenyataannya ia masih dalam keadaan haid. Maka mandinya tidak sah. Kelak ketika haidnya benar-benar telah suci dengan bersihnya cairan keruh, ia berkewajiban shalat. Dan shalatnya tidak akan pernah sah kecuali ia melakukan mandi hadats.

Setiap wanita haid wajib melihat keadaan darahnya ketika hendak tidur dan setiap menjelang akhir waktu shalat. Untuk mengetahui shalat yang wajib dilaksanakan bila darahnya berhenti (dan tidak kembali lagi).
Namun menurut mazhab Maliki walaupun darahnya akan kembali lagi tetap wajib shalat. Sebab mazhab Maliki sepakat bahwa masa bersih di sela-sela haid dihukumi suci.

Wanita yang mengeluarkan darah putus-putus selama 15 hari 15 malam tetapi setelah dijumlahkan masa keluarnya tidak sampai 24 jam, tidak dihukumi haid. Dalam masalah ini imam Abil Abbas dari kalangan Syafi’iyah menghukuminya haid (beserta masa bersih di sela2nya)


Wanita hamil yang mengalami pendarahan, menurut mazhab Syafii dan Maliki disebut haid. Namun menurut Hanafi dan Hambali bukan haid .

2. Nifas

A. Definisi Nifas
Nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan, meskipun yang dilahirkan hanya berupa ‘alaqah (gumpalan darah) atau mudghah (gumpalan daging). Atau yang dikenal dengan keguguran. Walaupun plasentanya (ari-ari, jw) masih tertinggal di dalam rahim.

B. Masa Nifas
Waktu nifas minimal satu tetes atau sebentar. Maksimalnya 60 hari 60 malam, terhitung sejak dari keluarnya seluruh tubuh janin atau gumpalan daging.

Hitungan nifas dimulai sejak usai melahirkan, bukan sejak keluarnya darah. Tetapi yang dihukumi nifas sejak keluarnya darah. Jadi wanita yang melahirkan tanggal 1 kemudian tanggal 10 baru keluar darah, maka hitungan 60 hari 60 malam dihitung sejak tanggal 1. Sedang yang dihukumi nifas sejak tanggal 10. Jadi antara tanggal 1 sampai dengan tanggal 9 dihukumi suci, dan tetap wajib melakukan shalat.

Bila jarak antara selesai melahirkan dengan keluarnya darah itu mencapai 15 hari 15 malam (360 jam), maka darah tersebut tidak dihukumi nifas. Melainkan darah haid.

Wanita yang mengalami pendarahan dengan terputus-putus sebelum 60 hari 60 malam setelah melahirkan, maka semua darahnya dihukumi nifas. Sedangkan masa bersih di sela-sela nifas hukumnya sama dengan masa bersih di sela-sela haid. Ada yang menghukumi suci, ada yang menghukumi nifas.

Tapi perlu diingat, bila putusnya mencapai 15 hari 15 malam. Maka darah setelah masa putus tersebut bukan lagi nifas melainkan haid. Dan masa putus tersebut dihukumi suci.

Pendarahan yang karena melahirkan yang terjadi sebelum atau menyertai kelahiran tidak dihukumi nifas, ataupun haid. Kecuali bila bersambung dengan pendarahan haid yang terjadi sebelumnya. Misalnya wanita yang sebelum merasakan sakit akan melahirkan sudah mengalami pendarahaan beberapa hari (lebih 24 jam) sampai dengan terasa akan melahirkan ia tetap mengalami pendarahan. Maka semua darahnya dihukumi haid.

C. Masa Suci
Masa suci yang memisahkan haid dengan nifas atau nifas dengan nifas tidak harus 15 hari 15 malam (360 jam). Mungkin kurang dari 15 hari 15 malam (360 jam), atau bahkan tidak ada masa suci sama sekali. Dengan kata lain, tidak sama dengan masa suci antara dua haid.

Beberapa contoh:
Contoh 1: Seorang ibu melahirkan bayi kembar. Jika kelahiran pertama terjadi di pagi hari (misalnya) lalu mengalami pendarahan. Kemudian kelahiran ke dua terjadi di malam hari, disusul dengan pendarahan. Maka pendarahan setelah kelahiran pertama dihukumi nifas. Lalu setelah kelahiran kedua juga nifas yang lain. Dalam contoh ini, tidak terdapat masa suci yang memisahkan di antara dua nifas.

Contoh 2: Wanita hamil mengalami haid dan tidak putus hingga melahirkan. Kemudian mengalami pendarahan selama 10 hari. Dalam kasus ke 2 ini, darah yang keluar sebelum melahirkan dihukumi haid. Darah yang keluar setelah melahirkan dihukumi nifas. Haid dan nifasnya tidak dipisah oleh masa suci.

Contoh 3: Wanita yang mengalami nifas dan telah genap 60 hari. Darahnya mampat sebentar lalu mengeluarkan darah lagi selama dua hari. Di sini, darah yang keluar setelah bersih disebut haid. Sedangkan bersihnya darah disebut suci. Artinya, masa suci yang terjadi antara nifas dan haid hanya sebentar.

Catatan Penting!
‘Alaqah (gumpalan darah) yang keluar dari rahim wanita memiliki tiga konsekwensi hukum, yakni:
1. Darah yang keluar setelahnya dihukumi nifas.
2. Wajib mandi.
3. Membatalkan puasa.

Untuk gumpalan daging (mudghah), di samping memiliki tiga hukum di atas juga memiliki aspek hukum yang lain, yakni berakhirnya masa iddah.

D. Mustahadhah Nifas
Wanita yang mengalami pendarahan setelah melahirkan melebihi 60 hari terhitung sejak melahirkan, disebut mustahadhah.

Ada tiga pendapat mengenai darah semacam ini:
1. Mayoritas ulama dan ini merupakan pendapat yang lebih benar (ashah) menyatakan tafsil. Sedikitnya ada 4 rincian mengenai hal ini, apakah dia bias membedakan warna darahnya (mumayyizah) atau tidak. Dan apakah pemula (mubtadiah) atau bukan (mu’tadah).
2. Nifasnya 60 hari selebihnya istihadhah
3. Nifasnya 60 hari, selebihnya haid.

Mohon maaf karena kami tidak menjelaskan secara rinci pendapat yang pertama.
Wallahu A'lam


_________________
Sumber: http://www.piss-ktb.com/


Share:

08 Januari 2016

Pergaulan Wanita Muslim

Bismillahirrahmanirrahim 
Segala puji hanya dipersembahkan kepada Allah, Tuhan Yang Memelihara alam semesta. Akibat yang baik hanya bagi orang­orang yang bertakwa. Semoga Allah berkenan melimpahkan rahmat dan salam kepada penutup para nabi dan rasul pamungkas, pada segenap keluarga dan para sahabatnya.
Setiap manusia membutuhkan pergaulan. Dan Islam mengatur pergaulan bai kaum muslimah dengan pergaulan yang suci, aman dan mulia. Karena syetan berusaha menghancurkan keimanan kaum muslimah dengan segala tipuannya. Yang paling banyak menyelewengkan wanita dari agama dalam hal pergaulan adalah ajakan mereka mengenai kebebasan wanita, emansipasi, dan sebagainya. Ditambah lagi dengan suapan-suapin globalisasi, yang bertirukan budaya-budaya Barat. Sehingga seolah-olah dipaksa kaum muslimah untuk keluar dari budaya Islam yang aman dan bijaksana. 
        Untuk itu Rasulullah saw mengingatkan kaum lelaki: “Berhati-hatilah kamu berkhalwat dengan wanita. Demi diriku yang berada di tangan-Nya, tidak akan pernah seorang lelaki yang berduaan dengan seorang wanita, melainkan syetan akan masuk diantara mereka. Seorang lelaki yang mendapat dengan babi yang penuh dengan lumpur, masih lebih baik daripada ia merapat dengan para wanita yang tidak halal baginya”. (Thabrani)
Islam yang bijaksana tahu persis bahaya dan akibat pergaulan yang tidak tertera dalam kehidupan individu dan umat, tatkala dorongan birahi sudah memuncak. Karena syari’at Islam sudah membuat berbagai cara penanggulangan dan proteksi, yang bisa menghalangi terlepasnya hasrat birahi  dari pagarnya. Maka Islam menaruh perhatian terhadap penguatan ketakutan kepada Allah pada diri manusia, dengan memperkuat fitrah rasa malu, agar perasaan ini bisa menjadi pengontrol secara internal. Islam juga mensyariatkan hijab pada wanita agar dia menutupi keindaha dirinya dari lelaki, meminta izin tatkala memasuki suatu rumah, menyuruhnya agar menundukan pandangan mata, baik dari lelaki maupun wanita, melarang bergaul bebas antara laki-laki dan wanita, memperingatkan wanita bepergian tanpa disertai mahram, dan memberi hukuman bagi orang yang melanggar larangan ini.
Ditulis dalam Nailul Authar, bab ‘Larangan Berkhalwat dengan Wanita bukan Mahram’ : Berkhalwat dengan wanita lain sudah disepakati oleh para ulama tentang pengharamannya, sebagaimana hal ini telah dikisahkan Al-Hafizh di dalam Al-Fath. Alasan pengharaman tersebut, karena apa yang disebut di dalam hadits tentang keberadaan syetan sebagai orang ketiga dari keduanya, yang bisa menyeret keduanya kedalam kedurhakaan. Namun jika khalwat disertai oleh mahram, itu dibolehkan, karena kemungkinan terjadinya kedurhakaan bisa dicegah karena kehadiran mahram tersebut.
Sebab tabiat kekerabatan ini cendrung mendorong laik-laki lebih berani memasuki twmpat wanita, karena beralasan adnya hubungan kerabat. Sehingga mereka berani mengetuk pintu, baik pada siang maupun malam hari, baik pada kepentingan ataupun tidak ada. Tetapi justru tidak jarang bisa merenggangkan hubungan kerabat atau bahkan perceraian. Lukman berwasiat kepada anak laki-lakinya. “Takutlah kamu terhadap wanita yang buruk karena ia membantumu beruban sebelum kamu beruban. Dan takutlah wanita-wanita karena mereka tidak mengajak kepada kebaikan dan berhati-hatilah kamu dalam memiliki mereka”.
Share:

Archives