Slide 1

Go to reading quran.

Slide 2

Bolehkah melihat kemaluan pasangan.

Slide 3

Bolehkah Suami menyusu istri.

Slide 4

Hadiah Fatekhah dan Tahlilan.

Slide 5

Bolehkan Ibu Hamil Ziarah Kubur.

07 Januari 2016

Hukum memaki sesama orang Islam

Bismillahirrahmanirrahiim 
Segala puji hanya dipersembahkan kepada Allah, Tuhan Yang Memelihara alam semesta. Akibat yang baik hanya bagi orang­orang yang bertakwa. Semoga Allah berkenan melimpahkan rahmat dan salam kepada penutup para nabi dan rasul pamungkas, pada segenap keluarga dan para sahabatnya.
Ketahuilah bahwa membenci, memboikot dan berseberangan dengan kaum muslimin adalah haram, memaki orang Islam adalah tindakan fasiq dan memeranginya adalah tindakan kufur jika menilai tindakan tersebut adalah halal.
Kisah mengenai Khalid ibn Walid bersama pasukannya ketika menuju Bani Jadzimah untuk mengajak mereka masuk Islam cukup digunakan untuk menolak pemahaman harfiah (literal) dari judul di atas. Saat Khalid tiba di tempat mereka, mereka menyambutnya. Lalu Khalid mengeluarkan instruksi, “Peluklah agama Islam!”. “ Kami adalah kaum muslimin,” Jawab mereka. “ Letakkan senjata kalian dan turunlah.” Lanjut Khalid. “Tidak, demi Allah. Karena setelah senjata diletakkan pasti ada pembunuhan. Kami tidak bisa mempercayai kamu dan orang-orang yang bersama kamu.” Jawab mereka kembali. “Tidak ada perlindungan buat kalian kecuali jika kalian mau turun,” Kata Khalid. Akhirnya sebagian kaum manuruti perintah Khalid dan sisanya tercerai berai. 
Dalam riwayat lain redaksinya sbb : Ketika Khalid tiba bertemu mereka, mereka menyambutnya. Lalu Khalid bertanya, “Siapakah kalian? Apakah kaum muslimin atau kaum kafir?”. “Kami adalah kaum muslimin yang menjalankan sholat, membenarkan Muhammad, membangun masjid di tanah lapang kami dan mengumandangkan adzan di dalamnya.” Jawab mereka. Dalam lafadz hadits, mereka tidak bisa mengucapkan Aslamnaa , akhirnya mereka mengatakan Shoba’naa Shoba’naa. “ Buat apa senjata yang kalian bawa?, tanya Khalid. “Ada permusuhan antara kami dan sebuah kaum Arab. Oleh karena itu kami khawatir kalian adalah mereka hingga kami pun membawa senjata.” Jawab mereka. “ Letakkan senjata kalian!” Perintah Khalid. Mereka pun mengikuti perintah Khalid untuk meletakkan senjata. “Menyerahlah kalian semua sebagai tawanan!” Lanjut Khalid. Kemudian Khalid menyuruh sebagian dari kaum untuk mengikat sebagian yang lain dan membagikan mereka kepada pasukannya. Ketika tiba waktu pagi, juru bicara Khalid berteriak : “Siapapun yang memiliki tawanan bunuhlah ia!”. Maka Banu Sulaim membunuh tawanan mereka. Namun kaum Muhajirin dan Anshor menolak perintah ini. Mereka malah melepaskan para tawanan. Ketika tindakan Khalid ini sampai kepada Nabi SAW, beliau berkata, “ Ya Allah, saya tidak bertanggung jawab atas tindakan Khalid.” Beliau mengulang ucapan ini dua kali. 
Ada pendapat yang menyatakan bahwa Khalid mengira mereka mengatakan Shoba’naa Shoba’naa dengan angkuh dan menolak tunduk kepada Islam. Hanya saja yang disesalkan Rasulullah adalah ketergesa-gesaan dan ketidak hati-hatiannya dalam menangani kasus ini sebelum mengatahui terlebih dulu apa yang dimaksud dengan Shoba’naa Shoba’naa. Nabi SAW sendiri pernah mengatakan, “ Sebaik-baik hamba Allah adalah saudara kabilah Qurays ; Khalid ibn Walid, salah satu pedang Allah yang terhunus untuk menghancurkan orang-orang kafir dan munafik”. 
Persis seperti apa yang dialami Khalid adalah peristiwa yang menimpa Usamah ibn Zaid kekasih dan putra kekasih Rasulullah SAW berdasarkan hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Abi Dzibyan. Abi Dzibyan berkata, “Saya mendengar Usamah ibn Zaid berkata, “Rasulullah SAW mengirim kami ke desa Al-Huraqah. Kemudian kami menyerang mereka di waktu pagi dan berhasil mengalahkan mereka. Saya dan seorang laki-laki Anshar mengejar seorang laki-laki Bani Dzibyan. Ketika kami berdua telah mengepungnya tiba-tiba ia berkata, “La Ilaaha illallah”. Ucapan laki-laki ini membuat temanku orang Anshor mengurungkan niat untuk membunuhnya namun saya menikamnya dan diapun mati. Ketika kami tiba kembali di Madinah, Nabi SAW telah mendengar informasi tentang tindakan pembunuhan yang saya lakukan. Beliau pun berkata, “ Wahai Usamah! Mengapa engkau membunuhnya setelah dia mengatakan La Ilaaha illallah?.” “Dia hanya berpura-pura,” Jawabku. Nabi mengucapkan pertanyaannya berulang-ulang sampai-sampai saya berharap baru masuk Islam pada hari tersebut. 
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah SAW berkata kepada Usamah, “Mengapa tidak engkau robek saja hatinya agar kamu tahu apakah dia sungguh-sungguh atau berpura-pura?”. “Saya tidak akan pernah lagi membunuh siapapun yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah”. Kata Usamah.
Sayyidina Ali RA pernah ditanya mengenai kelompok-kelompok yang menentangnya, “Apakah mereka kafir?”. “Tidak,” jawab Ali, “Mereka adalah orang-orang yang menjauhi kekufuran”. “Apakah mereka kaum munafik?”. “Bukan, orang-orang munafik hanya sekelebat mengingat Allah sedang mereka banyak mengingat Allah”. “Terus siapakah mereka?” Ali kembali ditanya. “Mereka adalah kaum yang terkena fitnah yang mengakibatkan mereka buta dan tuli”, jawab Ali.

_____________________________________
Source: Kitab  Mafahim Yajibu An Tushahah

Share:

Larangan memvonis Kufur (takfiri)

Bismillahirrahmanirrahim 

Segala puji hanya dipersembahkan kepada Allah, Tuhan Yang Memelihara alam semesta. Akibat yang baik hanya bagi orang­orang yang bertakwa. Semoga Allah berkenan melimpahkan rahmat dan salam kepada penutup para nabi dan rasul pamungkas, pada segenap keluarga dan para sahabatnya.

Banyak orang keliru dalam memahami substansi faktor-faktor yang membuat seseorang keluar dari Islam dan divonis kafir. Anda akan menyaksikan mereka segera memvonis kafir seseorang hanya karena ia memiliki pandangan berbeda. Vonis yang tergesa-gesa ini bisa membuat jumlah penduduk muslim di dunia tinggal sedikit. Kami, karena husnuddzon, berusaha memaklumi tindakan tersebut serta berfikir barangkali niat mereka baik. Dorongan kewajiban mempraktekkan amar ma’ruf nahi munkar mungkin mendasari tindakan mereka. Sayangnya, mereka lupa bahwa kewajiban mempraktekkan amar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan dengan cara-cara yang bijak dan tutur kata yang baik ( bil hikmah wal mau’idzoh al – hasanah ). Jika kondisi memaksa untuk melakukan perdebatan maka hal ini harus dilakukan dengan metode yang paling baik sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Nahl : 125.
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

Praktek amar ma’ruf nahi munkar dengan cara yang baik ini perlu dikembangkan karena lebih efektif untuk menggapai hasil yang diharapkan. Menggunakan cara yang negatif dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah tindakan yang salah dan tolol.

Jika Anda mengajak seorang muslim yang sudah taat mengerjakan sholat, melaksakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah, menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya, menyebarkan dakwah, mendirikan masjid, dan menegakkan syi’ar-syi’ar-Nya untuk melakukan sesuatu yang Anda nilai benar sedangkan dia memiliki penilaian berbeda dan para ulama sendiri sejak dulu berbeda pendapat dalam persoalan tersebut kemudian dia tidak mengikuti ajakanmu lalu kamu menilainya kafir hanya karena berbeda pandangan denganmu maka sungguh kamu telah melakukan kesalahan besar yang Allah melarang kamu untuk melakukannya dan menyuruhmu untuk menggunakan cara yang bijak dan tutur kata yang baik.

Al-Allamah Al-Imam Al-Sayyid Ahmad Masyhur Al-Haddad mengatakan, “ Telah ada konsensus ulama untuk melarang memvonis kufur ahlul qiblat (ummat Islam) kecuali akibat dari tindakan yang mengandung unsur meniadakan eksistensi Allah, kemusyrikan yang nyata yang tidak mungkin ditafsirkan lain, mengingkari kenabian, prinsip-prinsip ajaran agama Islam yang harus diketahui ummat Islam tanpa pandang bulu (Ma ‘ulima minaddin bidldloruroh), mengingkari ajaran yang dikategorikan mutawatir atau yang telah mendapat konsensus ulama dan wajib diketahui semua ummat Islam tanpa pandang bulu.

Ajaran-ajaran yang dikategorikan wajib diketahui semua ummat Islam (Ma‘lumun minaddin bidldloruroh) seperti masalah keesaan Allah, kenabian, diakhirinya kerasulan dengan Nabi Muhammad SAW, kebangkitan di hari akhir, hisab (perhitungan amal), balasan, sorga dan neraka bisa mengakibatkan kekafiran orang yang mengingkarinya dan tidak ada toleransi bagi siapapun ummat Islam yang tidak mengetahuinya kecuali orang yang baru masuk Islam maka ia diberi toleransi sampai mempelajarinya kemudian sesudahnya tidak ada toleransi lagi.

Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan sekelompok perawi yang mustahil melakukan kebohongan kolektif dan diperoleh dari sekelompok perawi yang sama. Kemutawatir bisa dipandang dari :
1.  Aspek isnad seperti hadits : “Barangsiapa berbohong atas namaku maka carilah tempatnya di neraka”.
2.      Aspek tingkatan kelompok perawi seperti kemutawatiran Al-Qur’an yang kemutawatirannya terjadi di muka bumi ini dari wilayah barat dan timur dari aspek  kajian, pembacaan, dan penghapalan serta ditransfer dari kelompok perawi satu kepada kelompok lain dari berbagai tingkatannya sehingga ia tidak membutuhkan isnad. 
Kemutawatiran ada juga yang dikategorikan mutawatir dari aspek praktikal dan turun-temurun (tawuturu ‘amalin wa tawarutsin) seperti praktik atas sesuatu hal sejak zaman Nabi sampai sekarang, atau mutawatir dari aspek informasi (Tawaturu ‘ilmin) seperti kemutawatiran mu’jizat-mu’jizat. Karena mu’jizat-mu’jizat itu meskipun satu persatunya malah sebagian ada yang dikategorikan hadits ahad namun benang merah dari semua mu’jizat tersebut mutlak mutawatir dalam pengetahuan setiap muslim.
Memvonis  kufur seorang muslim di luar konteks di muka adalah tindakan fatal. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Jika seorang laki-laki berkata kepada saudara muslimnya, “ Hai orang kafir”, maka vonis kufur bisa jatuh pada salah satu dari keduanya”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah).
Vonis kufur tidak boleh dijatuhkan kecuali oleh orang yang mengetahui seluk-beluk keluar masuknya seseorang dalam lingkaran kufur dan batasan-batasan yang memisahkan antara kufur dan iman dalam hukum syari’at Islam.
Tidak diperkenankan bagi siapapun memasuki wilayah ini dan menjatuhkan vonis kufur berdasarkan prasangka dan dugaan tanpa kehati-hatian, kepastian dan informasi akurat. Jika vonis kufur dilakukan dengan sembarangan maka akan kacau dan mengakibatkan penduduk muslim yang berada di dunia ini hanya tinggal segelintir. 
Demikian pula, tidak diperbolehkan menjatuhkan vonis kufur terhadap tindakan-tindakan maksiat sepanjang keimanan dan pengakuan terhadap syahadatain tetap terpelihara. Dalam sebuah hadits dari Anas RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal merupakan pokok iman ; menahan diri dari orang yang menyatakan Tiada Tuhan kecuali Allah. Tidak memvonis kafir akibat dosa dan tidak mengeluarkannya dari agama Islam akibat perbuatan dosa ; Jihad berlangsung terus semenjak Allah mengutusku sampai akhir ummatku memerangi Dajjal. Jihad tidak bisa dihapus oleh kelaliman orang yang lalim dan keadilan orang yang adil ; dan meyakini kebenaran takdir”. 
Imam Al-Haramain pernah berkata, “ Jika ditanyakan kepadaku : Tolong jelaskan dengan detail ungkapan-ungkapan yang menyebabkan kufur dan tidak”. Maka saya akan menjawab,” Pertanyaan ini adalah harapan yang bukan pada tempatnya. Karena penjelasan secara detail persoalan ini membutuhkan argumentasi mendalam dan proses rumit  yang digali dari dasar-dasar ilmu Tauhid. Siapapun yang tidak dikarunia puncak-puncak hakikat maka ia akan gagal meraih bukti-bukti kuat menyangkut dalil-dalil pengkafiran”. 
Berangkat dari paparan di muka kami ingatkan untuk menjauhi pengkafiran secara membabi buta di luar point-point yang telah dijelaskan di atas. Karena tindakan pengkafiran bisa berakibat sangat fatal.
Hanya Allah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus dan hanya kepada-Nya lah tempat kembali.

_________________________
Source:Kitab  Mafahim Yajibu An Tushahah
               http://www.akromadabi.com

Share:

30 November 2015

Hukum Memberi Uang dalam Pemilihan / Money politic dalam islam


Pertama-tama harus difahami lebih dahulu bahwa dalam sistem demokrasi, rakyat merupakan penguasa tertinggi yang dikenal dengan istilah of the people, by the people, for the people seperti diucapkan oleh Cleon pada rakyat Yunani pada tahun 300 SM. Karena rakyat itu tidak mungkin menjadi pelaksana pemerintahan sendiri, maka rakyat menunjuk beberapa orang yang dipercaya sebagai pelaksana harian yang dipilih langsung dari yang paling bawah (Kepala Desa) sampai yang tertinggi yaitu presiden.

Dari sini maka kita akan mendapat gambaran bahwa calon bupati, kades, walikota, gubernur yang memberi uang pada rakyat agar dipilih itu tidak berbeda dengan rakyat yang memberi uang pada polisi agar tidak terkena Tilang; dengan kontraktor yang memberi uang pada pejabat tender proyek agar menang dalam proyek; dengan orang yang berperkara di pengadilan yang memberi uang pada jaksa dan hakim agar tuntunan dan keputusan hukum diperingan; dengan calon pegawai agar diterima jadi PNS, dll.
 
Kalau sudah begitu, maka secara terang benderang berlakulah hadits haramnya suap menyuap terhadap praktik money politics (politik uang) atau jual beli suara. Bahkan, jual beli suara dalam pilkada lebih besar bahaya dan mudaratnya bagi umat karena perilaku pejabat yang dipilih akan berdampak pada kepentingan masyarakat banyak --baik yang menerima uang suap maupun yang tidak. Beda halnya suap menyuap antara pemilik motor/mobil dan polisi lalu lintas atau jaksa/hakim dan terdakwa yang dampaknya hanya kepada pihak-pihak yang terlibat dengan perkara saja. Yang inipun termasuk dosa besar dalam Islam.

Dalil-dalil haramnya politik uang atau jual beli suara dalam pemilu:
 
يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu." (QS. An-Nisa' : 29) 

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. Al Maidah : 2)

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata

 لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ

"Rasulullah saw. melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap." (HR. Abu Daud no. 3580, Tirmidzi no. 1337, Ibnu Majah no. 2313)

Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan:

الرشوة ما يعطى لإبطال حق، أو لإحقاق باطل

"Risywah (suap) adalah sesuatu yang diberikan (oleh seseorang) untuk menyalahkan yang benar atau membenarkan yang salah." (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, juz 24 hlm 256).

- Fatwa dari Lajnah Syar'iyah Jam'iyah Al-Ishlah Kuwait terkait jual beli suara dalam pemilu. Ringkasannya sbb: :

يجب على الناخب أن يعلم بأنّ انتخاب شخص ما يعتبر شهادة له بالكفاءة وتزكية له، كما انه يعتبر توكيلاً له للمطالبة بحقوقه، فإيّاك ثم أيّاك أن تشهدلإنسان بأن تزكيه وتعطيه صوتك وتنتخبه مقابل عرض من الدنيا، فتشهد له شهادة زور، فتقع تحت طائلة ذنب عظيم وبهتان مبين، قال تعالى: ((واقيموا الشهادة لله ذلكم يوعظ به من كان يؤمن بالله واليوم الآخ، ومن يتق الله يجعل له مخرجاً)) (الطلاق:2). فلا تشهد أيها الناخب الكريم إلاّ بما رأيت يقيناً أنه نافع ومفيد وفي مستوى المسؤولية لقوله صلى الله عليه وسلم لمن سأله الشهادة :(هل ترى الشمس؟ قال: نعم، فقال: على مثلها فاشهد أو دع)

Arti ringkasan: "Pemilih harus tahu bahwa memilih seseorang itu sama dengan memberi kesaksian baik pada orang yang dipilih sekaligus sebagai wakil dalam mendapatkan hak-haknya. Oleh karena itu, harus dihindari memberi kesaksian baik pada figur tertentu dan memberikan suara Anda padanya hanya karena uang. Apabila itu terjadi, maka anda telah membuat kesaksian palsu yang termasuk dosa besar seperti disebut dalam -QS At-Talaq 65:2- Maka janganlah membuat kesaksian kecuali pada orang yang anda yakini amanahnya."

Dalam syariat, konsep riswah tidak menggambarkan hukum secara jelas ketika dilaksanakan oleh calon-calon birokrat/ pejabat kepada rakyat yang secara konstitusi mempunyai hak pilih (mirip dengan fungsi arbab al-wilayah). Hanya saja dalam pembahasan berikutnya, syariat mengulas secara tuntas prinsip-prinsip hadiah li arbab al-wilayah (pemberian bagi penguasa) yang sangat mungkin kita aplikasikan dalam persoalan uang dari caleg.

Secara esensial, pemberian bagi arbab al-wilayah akan mengakibatkan hukum haram baik dalam pemberian maupun penerimaan ketika disinyalir mengandung unsur tuhmah (opini negatif), meskipun hal ini tidak mungkin lepas dari ghard (motif pemberian) dengan ditopang indikator-indikator lahiriyah (al-qarinah).

Kalau kita berbicara sebatas legalitas memberikannya, syariat memaparkan kejelasan hukumnya lewat dua acuan pokok, standar kelayakan serta motif utama yang mendasari pemberian tersebut. Jikalau seorang calon memenuhi standar kelayakan dalam arti termasuk ashlah (terbaik) atau mempunyai visi dan misi menegakkan amar ma'ruf nahi munkar (tawasul ila al-haq/ memperjuangkan kebenaran), maka tentunya ia diperbolehkan menempuh cara apapun termasuk dengan cara badl al-maal (money politic). Tinggal sekarang kita menengok realita jaman, caleg-caleg dalam pemilu tepatkah kita bawa dalam konteks persyaratan semacam ini.

Hal paling pokok yang perlu kita telusuri adalah mengenai hukum menerima pemberian dengan model- model demikian. Kembali harus kita pahami makna tuhmah (opini negatif) sebagai esensi permasalahan. Implementasi makna tuhmah dalam mayoritas kitab al-mu'tabarah sebenarnya dapat diamati melalui beberapa catatan yang tercantum dalam permasalahan hadiah li arbab al-wilayah.

Pertama, disebutkan klasifikasi tentang pemberian dari mereka yang berada dalam daerah kekuasaan serta dari mereka yang berada di luar daerah. Potensi terbentuknya opini negatif (tuhmah) atas pemberian dari mereka yang berada di luar jangkauan kekuasaan tentunya relatif lebih kecil daripada pemberian yang berasal dari warga di wilayahnya.

Kedua, ada juga pemilahan mengenai pemberian dari mereka yang biasa atau lazim memberi dan yang tidak. Opini serta isu di tengah masyarakat tentunya lebih santer ketika orang yang tidak biasa memberi, kemudian memberikan sesuatu apalagi dengan barang berharga, pastinya, ada udang di balik rempeyek.

Ketiga, dibedakan pula tentang pemberian dari mereka yang terlibat perseteruan dan dari mereka yang berstatus netral. Hal ini sangat rasional mengingat secara manusiawi ketika persaingan terjadi dalam merebut simpati, segala hal akan selalu dilakukan meskipun dengan menjual mukanya.


____________________
Sumber : http://pusatkajianhadis.com
Share:

Archives