Slide 1

Go to reading quran.

Slide 2

Bolehkah melihat kemaluan pasangan.

Slide 3

Bolehkah Suami menyusu istri.

Slide 4

Hadiah Fatekhah dan Tahlilan.

Slide 5

Bolehkan Ibu Hamil Ziarah Kubur.

11 Januari 2016

Hukum Senggama saat istri berhenti haid tapi belum bersuci

Wanita haid yang sudah berhenti darah haidnya tetap tidak boleh (haram) bersenggama (jimak/bersetubuh) dengan suaminya kecuali setelah bersuci atau mandi. Adapun dasar hukumnya sebagai berikut:




1. Quran Surat Al-Baqarah 2:222
فاعتزلوا النساء في المحيض، ولا تقربوهن حتى يطهرن، فإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم الله، إن الله يحب التوابين ويحب المتطهرين
Artinya: Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

2. Jumhur (mayoritas) ulama dari 3 madzhab utama yaitu Malikiy, Syafi’i dan Hanbali, sepakat bahwa hubungan intim (dukhul) antara wanita haid yang sudah berhenti darahnya dengan suaminya itu haram kecuali setelah mandi (ghusl) atau bersuci.

3. Yusuf Qardhawi menghukumi haram bersetubuhnya wanita haid sebelum bersuci walaupun darah sudah mampet (berhenti)
يقول يوسف القرضاوي:-
جمهور الفقهاء يرون: أنه لا يجوز للزوج أن يجامع زوجته إلا بعد أن تغتسل، أي تغسل رأسها وجسدها كله بالماء
Imam Jalaluddin as-Suyuthi membolehkan terjadinya senggama antara suami-istri apabila darah haid sudah berhenti (خلافا لما بحثه العلامة الجلال السيوط – أي من حل الوطء أيضا بالانقطاع) dalam I’aanah at-Thaalibiin I/85.

4. Madzhab Hanafi membolehkan terjadinya hubungan intim (jimak) apabila darah haid putus dan waktu haid sudah melewati 10 hari.
وقال الحنفية:إن انقطع الدم لأقل من عشرة أيام ـ وهي أكثر الحيض ـ لم يحل وطؤها حتى تغتسل، أو يمضي عليها وقت صلاة، وؤن انقطع لعشرة أيام جاز قبل الغسل، لقوله تعالى: (حتى يطهرن) ينقطع الحيض. حملوه على العشرة. وقراءة التشديد حملوها على ما دون العشرة، عملا بالقراءتين. هكذا قالوا. ولأن ما قبل العشرة لا يحكم بانقطاع الحيض، لاحتمال عود الدم، فيكون حيضا، فإذا اغتسلت أو مضى عليها وقت صلاة: دخلت في حكم الطاهرات. وما بعد العشر حكمنا بانقطاع الحيض، لأنها لو رأت الدم لا يكون حيضا فلهذا حل وطؤه
 
CATATAN
– الحيض هو خروج الدم المعروف من رحم الانثى البالغة السليمة من غير ولادة او افتضاض، ويعرف الحيض باسماء اخرى منها الطمث

 
– Hadits tentang tidaj boleh shalat dan puasa saat haid dari Aisyah:
 كنا نحيض عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم نطهر فيأمرنا بقضاء الصوم ولا يأمرنا بقضاء الصلاة
 
– Larangan tawat di Ka’ab saat haid hadits Abu Daud dan Tirmidzi:
 النفساء والحائض ـ إذا اتيا الميقات ـ تغتسلان وتحرمان وتقضيان المناسك كلها غير الطواف بالبيت
 
– Larangan masuk masjid dan i’tikaf saat haid hadits riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah:
 أمر الرسول الله صلى الله عليه وسلم الحائض أن تعتزل عن مصلى المسلمين
 
– Larangan menyentuh dan membaca Quran. 
Quran
 لا يمسه إلا المطهرون
dan hadits:
 لا يقرأون القرآن ولا يطأون مصحفا بأيديهم ، حتى يكونوا متوضئين– 
Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a
“Artinya : Dari jalan Abdul Malik bin Maslamah (ia berkata) Telah menceritakan kepadaku Mughirah bin Abdurrahman, dari Musa bin Uqbah dan Naafi, dari Ibnu Umar, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak boleh bagi orang junub membaca sedikitpun juga dari (ayat) Al-Qur’an”
 
– Hadits yang lain dari jalan Ibnu Umar.
“Artinya : Dari seorang laki-laki, dari Abu Ma’syar, dari Musa bin Uqbah, dari Naafi, dari Ibnu Umar, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Perempuan yang haid dan orang yang junub, keduanya tidak boleh membaca sedikitpun juga dari (ayat) Al-Qur’an”
 
–  Dari Muhaajir bin Qunfudz, sesungguhnya dia pernah datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang buang air kecil (kencing), lalu ia memberi salam kepada beliau akan tetapi beliau tidak menjawab (salam)nya sampai beliau berwudlu. Kemudian beliau beralasan dan bersabda : ”Sesungguhnya aku tidak suka menyebut nama Allah (berdzikir) kecuali dalam keadaan suci (berwudlu)” [Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan lain-lain]
 
– Hadits yang lain dari jalan Jabir bin Abdullah.
“Artinya : Dari jalan Muhammad bin Fadl, dari bapaknya, dari Thawus, dari Jabir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak boleh bagi perempuan yang haidh dan nifas (dalam riwayat yang lain : Orang yang junub) membaca (ayat) Al-Qur’an sedikitpun juga (dalam riwayat) yang lain : Sedikitpun juga dari (ayat) Al-Qur’an)”
 
– Dalil tak boleh sentuh mushaf alquran baigi orang junub/haid/nifaz
 
Umar bin Khattab masuk Islam
Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah berdo’a,” Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, iaitu Umar bin al-Khatab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.
 
Berkenaan dengan masuknya Umar bin al-Khatab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab “ Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut:
 
Anas bin Malik berkata:” Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya” Wahai Umar, hendak kemana engkau?,” maka Umar menjawab, “ Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya:”Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad”.
 
Lalu orang tadi berkata,” Tidak engkau tahu bahawa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu”. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, “barangkali keduanya benar telah berpindah agama”,. Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khatab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah.
 
Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu itu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau engaku ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci).”. Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut iaitu surat Toha sampai ayat,” Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Solat untuk mengingatiku.” (Qs.Toha:14). Setelah itu Umar berkata,” Bawalah aku menemui Muhammad.”.
 
Mendengar perkataan Umar tersebut langsung Khabbab keluar dari sembunyianya seraya berkata:”Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap doa yang dipanjatkan Nabi pada malam khamis yang lalu menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdoa “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, iaitu Umar bin al-Khatab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.
 
Lalu Umar berangkat menuju tempat nabi Muhammad saw, didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata,” jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.
 
Lalu bertambahlah kejayaan Islam dan Kaum Muslimin dengan masuknya Umar bin Khatab, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud, seraya berkata,” Kejayaan kami bertambah sejak masuknya Umar.”.
 
Umar turut serta dalam peperangan yang dilakukan bersama Rasulullah, dan tetap bertahan dalam perang Uhud bersama Rasulullah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Sayuti dalam “Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin”.
Share:

Ketahuilah Orang Mati Dapat Melihat Keadaan Orang Yang Masih Hidup

Dalam salah satu kitab (buku) yang membahas hal ini, buku berjudul "Ar-Ruh", penulisnya, Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah membeber banyak dalil bahwa orang yang telah meninggal dunia tahu jika diziarahi dan menjawab salam jika disalami. Sebuah hadits dari Nabi menjelaskan: "Jika seseorang berziarah kepada makam saudaranya, dan duduk dekat pusara saudaranya itu, maka saudaranya yang telah meninggal itu akan merasa tenang dan menjawab salamnya, sampai orang tadi berdiri pergi meninggalkan pemakaman".
 
Bahkan di halaman-halaman berikutnya Ibnu Qoyyim menjelaskan banyak pendapat sekaligus dalil bahwa perbuatan dan tindakan orang-orang yang masih hidup disiarkan secara live kepada kerabatnya yang telah meninggal dunia; jika mereka melihat amal keluarganya itu bagus, mereka akan gembira dan bahagia.
 
Ibnu Qoyyim mengklasifikasikan ruh menjadi dua:
- Ruh yang disiksa
- Ruh yang bergelimang nikmat
 
Ruh-ruh yang disiksa, tersibukkan oleh siksaan yang dialaminya sehingga tidak sempat saling bertemu atau berkunjung. Sedangkan ruh yang mendapat nikmat, dalam keadaan bebas tidak ditahan sehingga bisa ke mana saja untuk saling berkunjung, bahkan memperbincangkan masa lalu mereka saat hidup di dunia.
 
Lalu, apakah ruh-ruh orang yang meninggal bisa bertemu dengan yang masih hidup?
 
Kata Ibnu Qoyyim, bisa, melalui mediasi dunia mimpi saat orang yang masih hidup sedang tidur, saling bicara, ngobrol tentang apa saja, bahkan tentang yang terjadi di dunia, dan cerita soal ini sangat banyak sekali kita dengar. Salah satunya terjadi di zaman Nabi, dialami oleh sahabat-sahabat beliau.
 
Diceritakan, dua sahabat Nabi yang saling berteman karib, Auf bin Malik dan Sha'b bin Jutsamah, keduanya membuat kesepakatan, jika salah satu dari keduanya meninggal duluan, maka jika bisa, yang meninggal harus datang di mimpi yang masih hidup.
 
Beberapa waktu kemudian Sha'b meninggal, dan dia datang ke mimpi Auf, Auf pun melihatnya di mimpi dan keduanya mulai berbincang.
"Apa yang kau alami di sana?" Tanya Auf.
"Diampuni dosa-dosaku, alhamdulillah," jawab Sha'b. 

Hanya saja Auf melihat bercak hitam di leher Sha'b.
"Apa ini?" Tanya Auf.
"Oh, ini sebab hutangku pada seorang yahudi, 10 Dinar, belum aku bayar, tolong bayarkan, uangnya ada di kotak di rumahku, tempatnya di sudut." Kata Sha'b.
"Auf, aku beri tahu kamu, semua kabar keluargaku sepeninggalku, seluruhnya sampai padaku, bahkan kucing kami yang barusan mati beberapa hari lalu," lanjut Sha'b menutup pertemuan itu.
 
Setelah itu Auf terbangun dengan penuh ketakjuban, dan segera bergegas ke rumah sahabatnya untuk membuktikan apakah mimpi itu benar. Sesampai di rumah sang sahabat, ternyata apa yang dikatakan di mimpi tadi benar. Uang 10 Dinar juga ditemukan di sebuah kotak di sudut rumah, dan oleh Auf diambil untuk dibayarkan pada Yahudi tadi.
 
Namun Auf bertanya pada Yahudi tadi apa benar Sha'b berhutang padanya 10 Dinar dan belum sempat dibayar? Yahudi tadi membenarkan jika Sha'b berhutang padanya.
 
Setelah itu Auf kembali ke rumah Sha'b, dan bertanya pada Istri Sha'b, apakah terjadi sesuatu di rumah ini? Istri Sha'b menjawab, tidak terjadi apa-apa, kecuali kucing yang mati beberapa hari lalu.
 
Oke, sekarang, apa mungkin menghadiahkan pahala amal ke orang yang telah meninggal?
Kenapa tidak? 

Haji atas nama orang meninggal (Haji Badal) saja bisa, yang artinya pahalanya tentu buat orang tadi. Begitupula amal yang lain semisal shalat, puasa, umroh, bacaan qur'an, sedekah, dan doa, semuanya bisa dengan niat melakukan amal-amal itu untuk dihadiahkan pada ruh orang yang telah meninggal, dan pahala itu sampai kepada mereka atas izin Allah sebagai sebuah parcel yang sangat berharga. 

Tentang ini dijelaskan juga secara rinci dan panjang lebar dengan dalil-dalil shahih oleh Ibnu Qoyyim di kitabnya tadi, "Ar-Ruh".
 
Soal ruh memang penuh misteri, hanya sedikit pengetahuan kita tentang inti seluruh makhluk hidup itu. Sebagian tentang ruh dari sisi lain pernah juga aku ungkap di salah satu bukuku, "Bengkel Jiwa" (Hasfa Publisher, Agustus 2011).

(Yas-alunaka anir ruh, qul-ir ruh min amri Robbi, wa maa utitum minal ilmi illa qolila) Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakan bahwa ruh adalah urusan Tuhanku, dan kalian tidak diberi pengetahuan tentangnya kecuali sedikit saja.

________________
Sumber : alawyaly.blogspot.com

Share:

Hukum Plagiat Atau Copy Paste

Secara hakiki, segala yang diam dan bergerak di muka bumi baik daratan maupun lautan memang milik Allah swt. Kalau secara hakiki, hal ini diterapkan dalam keseharian, kehidupan akan mendadak chaos karena siapa saja merasa menjadi Khalifatullah. Namun, secara majazi hak milik Allah bisa diidhofahkan (ditujukan) kepada siapa saja agar kehidupan jadi terang dan terus berjalan.
 
Allah sendiri mengakui adanya hak milik (haqqul milk) dan hak guna (haqqul intifa’) hamba-Nya. Dengan hak milik dan hak guna ini, setiap makhluk bisa bergerak secara fungsional, tidak bebas semaunya. Lalu bagaimana dengan hukum plagiat atau copy paste menurut fiqih?
 
Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan plagiat sebagai “Pengambilan karangan (pendapat dan lain-lain) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan lain-lain) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis atau artikel orang lain atas nama dirinya sendiri (jiplakan).”
 
Lembaga Fatwa Mesir, Darul Ifta Al-Mishriyyah melansir keterangan tentang hukum plagiat atau copy paste karya orang lain berikut ini :حقوق التأليف والاختراع أو الابتكار مصونة شرعا، ولأصحابها حق التصرف فيها، ولا يجوز الاعتداء عليها والله أعلم. وبناء على ذلك: فإن انتحال الحقوق الفكرية والعلامات التجارية المسجلة لأصحابها بطريقة يفهم بها المنتحل الناس أنها العلامة الأصلية هو أمر محرم شرعا يدخل في باب الكذب والغش والتدليس، وفيه تضييع لحقوق الناس وأكل لأموالهم بالباطل

“Hak karya tulis dan karya-karya kreatif, dilindungi secara syara’. Pemiliknya mempunyai hak pendayagunaan karya-karya tersebut. Siapa pun tidak boleh berlaku zalim (aniaya) terhadap hak mereka. Berdasarkan pendapat ini, kejahatan plagiasi atau copy paste terhadap hak intelektual dan hak merk dagang yang ter-registrasi dengan cara mengakui karya tersebut di hadapan publik, merupakan tindakan yang diharamkan syara’. Kasus ini masuk dalam larangan dusta, pemalsuan, penggelapan. Pada kasus ini, terdapat praktek penelantaran terhadap hak orang lain; dan praktik memakan harta orang lain dengan cara batil.”

Melihat dari keterangan di atas, sudah semestinya setiap orang mengapresiasi karya orang lain dan menghargainya dengan tidak melakukan plagiasi. Setidaknya kalau tidak bisa izin, menyebutkan sumber lengkapnya dengan nama pembuat atau situsnya kalau mau mengutip semisal karya apa saja mulai dari seni rupa, seni tari, seni musik, sastra, karya jurnalistik, artikel ataupun hasil karya lainnya. Wallahu A’lam.

 
___________
Sumber : www.nu.or.id
Share:

Archives