Slide 1

Go to reading quran.

Slide 2

Bolehkah melihat kemaluan pasangan.

Slide 3

Bolehkah Suami menyusu istri.

Slide 4

Hadiah Fatekhah dan Tahlilan.

Slide 5

Bolehkan Ibu Hamil Ziarah Kubur.

31 Desember 2011

Sejarah Perayaan Tahun Baru Masehi

Tiap kali menjelang malam pergantian tahun (Kalender Masehi), milyaran  orang di penjuru dunia merayakannya. Tiupan terompet, pesta kembang api,  hingar bingar pertunjukkan musik, pesta pora di hotel-hotel berbintang  atau tempat wisata, hingga ucapan "Selamat Tahun Baru" atau "Happy New Year" berkumandang di mana-mana.
Tapi, tak banyak yang mengetahui sejarah di balik perayaan tahun baru  masehi ini. Apa sebenarnya dasar penentuan perayaan tahun baru.

Tahun baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak  lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan  untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan  sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar  dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskkitariyah, yang  menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi  matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir.
Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat  hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46  SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat  tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis  bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama  sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan  Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan  Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus,  menjadi bulan Agustus.

Saat ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari  suci umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi  tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional  untuk semua warga Dunia.
Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung  sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender  Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius  XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini  seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.

Tahun Masehi sebenarnya  berhubungan dengan keyakinan agama Kristen. Masehi adalah nama lain dari  Isa Al Masih. Menurut catatan Encarta Reference Library Premium 2005,  orang yang pertama membuat penanggalan kalender Masehi adalah seorang  kaisar Romawi yang terkenal bernama Gaisus Julius Caesar. Itu dibuat  pada 45 SM, jika menggunakan standar tahun yang dihitung mundur dari  kelahiran Yesus. Namun dalam perkembangannya, ada seorang pendeta Kristen bernama  Dionisius yang kemudian memanfaatkan penemuan kalender Julius Caesar  untuk diadobsi sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran  Yesus Kristus. Itulah sebabnya penanggalan tahun setelah kelahiran Yesus  Kristus diberi tanda AD (bahasa Latin: Anno Domini yang berarti in the  year of our lord) alias Masehi. Sementara untuk jaman prasejarahnya  disematkan BC (Before Christ) alias SM (Sebelum Masehi). Kemudian Pope (Paus) Gregory III memoles kalender yang sebelumnya dengan  beberapa modifikasi dan kemudian mengukuhkannya sebagai sistem  penanggalan yang harus digunakan oleh seluruh Eropa, bahkan kini seluruh  negara di dunia dan berlaku umum bagi siapa saja. Kalender Gregorian  yang kita kenal sebagai kalender Masehi dibuat berdasarkan kelahiran  Yesus Kristus dalam keyakina Kristen;The Gregorian calendar is also  called the Christian calendar because it uses the birth of Jesus Christ  as a starting date;.

Keterangan dalam Encarta Reference Library  Premiun 2005. Di jaman Romawi, pesta ulang tahun baru adalah untuk menghormati Dewa  janus (Dewa yang digambarkan bermuka dua). Kemudian perayaan ini terus  dilestarikan dan menyebar ke Eropa pada abad permulaan Masehi. Seiring  muncul dan berkembangnya agama Kristen, akhirnya perayaan ini diwajibkan  oleh para pemimpin gereja sebagai suatu perayaan &satu paket  dengan hari Natal. Itulah mengapa ucapan Natal dan Tahun baru dijadikan  satu (Merry Christmas and Happy New Year

Perayaan Tahun Baru Zaman Dulu

Seperti kita ketahu, tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara  terkait dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka yang tentu saja  sangat bertentangan dengan Islam. Contohnya di Brazil. Pada tengah malam  setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil berbondong-bondong menuju  pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut,  mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai  penghormatan terhadap sang dewa Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam  legenda negara Brazil.

Seperti halnya di Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah  potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan,  mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar  Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari  diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan  yang satu lagi menghadap ke belakang).

Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa  hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka  percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh. Bagi orang  kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi  dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga  agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun  disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun  Masehi.

Yunani, buah delima yang menurut orang yunani melambangkan kesuburan dan  kesuksesan ditebarkan di pintu rumah, kantor dan took took sebagai  simbol doa untuk mendapatkan kemakmuran sepanjang tahun. Italia, disalah  satu kotanya, tepatnya Naples, pada pukul 00 tepat pada malam  pergantian tahun, masyarakat disana akan membuang barang barang yang  sudah usang dan tidak terpakai di jalanan. Spanyol, masyarakat spanyol  tepat pada malam pergantian tahun akan memakan anggur sebanyak 12 biji,  jumlah yang hanya 12 melambangkan harapan selama 12 bulan kedepan.  Jepang, di jepang, masyarakat disana merayakan tahun barunya dengan  memakan 3 jenis makanan sebagai simbol yaitu telur ikan melambangkan  kemakmuran, ikan sarden asap melambangkan kesuburan tanah dan manisan  dari tumbuhan laut yang melambangkan perayaan.

Korea, pada malam  pergantian tahun masyarakat disana menikmati kaldu daging sapi yang  dicampur dengan potongan telur dadar dan kerupuk nasi atau yang biasa  disebut thuck gook.

Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan  teman-teman atau nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses  sebelum lomba football Amerika Rose Bowl dilangsungkan di Kalifornia;  atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di  Lousiana. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam  sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi  ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung  kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah  malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan  orang-orang meneriakkan ;Selamat Tahun Baru dan menyanyikan Auld Lang  Syne.Di negara-negara lain, termasuk Indonesia? Sama saja!

Perayaan tahun baru Masehi biasanya dirayakan sangat meriah bahkan ada  yang sengaja melupakan sejenak persoalan hidup yang berat untuk sekedar  merayakan pergantian tahun: old and new. Tradisi yang dilakukan selalu  rutin: meniup terompet dan menyalakan kembang api pada saat detik jarum  jam tepat di angka 12 atau pada jam digital menunjukkan kombinasi angka;00.00.

Share:

12 Desember 2011

Macam-macam Narkotika




Yang Sering Disalahgunakan/Dipakai - Ganja, Opium, Kokain, Morfin, Heroin, Dkk
Narkotika memiliki banyak jenis dan macamnya yang sering disalah gunakan oleh para pecandu. Narkotika tersebut antara lain seperti
opium/opiat, morfin, heroin, kokain, mariyuana/kanabis/ganja, kodein dan opiat sintetik. Berikut ini adalah jenis-jenis atau macam-macam narkitoka-narkotika tersebut disertai pengertian arti definisi.
1. Opiat / Opium
Opiat atau opium adalah bubuk yang dihasilkan kangsung oleh tanaman yang bernama poppy / papaver somniferum di mana di dalam bubuk haram tersebut terkandung morfin yang sangat baik untuk menghilangkan rasa sakit dan kodein yang berfungsi sebagai obat antitusif.
2. Morfin
Mofrin adalah alkoloida yang merupakan hasil ekstraksi serta isolasi opium dengan zat kimia tertentu untuk penghilang rasa sakit atau hipnoanalgetik bagi pasien penyakit tertentu. Dampak atau efek dari penggunaan morfin yang sifatnya negatif membuat penggunaan morfin diganti dengan obat-obatan lain yang memiliki kegunaan yang sama namun ramah bagi pemakainya.
3. Heroin
Heroin adalah keturunan dari morfin atau opioda semisintatik dengan proses kimiawi yang dapat menimbulkan ketergantungan / kecanduan yang berlipat ganda dibandingkan dengan morfin. Heroin dipakai oleh para pecandunya yang bodoh dengan cara menyuntik heroin ke otot, kulit / sub kutan atau pembuluh vena.
4. Kodein
Kodein adalah sejenis obat batuk yang digunakan oleh dokter, namun dapat menyebabkan ketergantungan / efek adiksi sehingga peredarannya dibatasi dan diawasi secara ketat.
5. Opiat Sintetik / Sintetis
Jenis obat yang berasal dari opiat buatan tersebut seperti metadon, petidin dan dektropropoksiven (distalgesic) yang memiliki fungsi sebagai obat penghilang rasa sakit. Metadon berguna untuk menyembuhkan ketagihan pada opium / opiat yang berbentuk serbuk putih. Opiat sintesis dapat memberi efek seperti heroin, namun kurang menimbulkan ketagihan / kecanduan. Namun karena pembuatannya sulit, opiat buatan ini jarang beredar kalangan non medis.
6. Kokain / Cocaine Hydrochloride
Kokain adalah bubuk kristal putih yang didapat dari ekstraksi serta isolasi daun coca (erythoroxylon coca) yang dapat menjadi perangsang pada sambungan syaraf dengan cara / teknik diminum dengan mencampurnya dengan minuman, dihisap seperti rokok, disuntik ke pembuluh darah, dihirup dari hidung dengan pipa kecil, dan beragam metode lainnya.
Kenikmatan menggunakan kokain hanya dirasakan sebentar saja, yaitu selama 1 sampai 4 menit seperti rasa senang riang gembira, tambah pede, terangsang, menambah tanaga dan stamina, sukses, dan lain-lain. Setelah 20 menit semua perasaan enak itu hilang seketika berubah menjadi rasa lelah / capek, depresi mental dan ketagihan untuk menggunakannya lagi, lagi dan lagi sampai mati.
Efek psikologis atau mental spiritual yang dapat ditimbukan dari penggunaan kokain secara terus menerus adalah :
- Darah tinggi
- Sulit bobo / susah tidur
- Bola mata menjadi kecil
- Hilang nafsu makan / kurus
- Detak jantung jadi cepat
- Terbius sesaat, dan sebagainya
7. Ganja / Mariyuana / Kanabis
Mariyuana adalah tanaman semak / perdu yang tumbuh secara liar di hutan yang mana daun, bunga, dan biji kanabis berfungsi untuk relaksan dan mengatasi keracunan ringan (intoksikasi ringan).
Zat getah ganja / THC (delta-9 tetra hidrocannabinol) yang kering bernama hasis, sedangkan jika dicairkan menjadi minyak kanabasis. Minyak tersebut sering digunakan sebagai campuran rokok atau lintingan tembakau yang disebut sebagai cimenk, cimeng, cimenx, joint, spleft, dan sebagainya.
Ganja dapat menimbulkan efek yang menenangkan / relaksasi. Orang yang baru memakai ganja atau mariyuana memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Mabuk / mabok dengan mata merah.
- Tubuh lemas dan lelah.
- Bola mata menjadi besar.
Bagi pengguna ganjo alias mariyuana semua itu tidak masalah walaupun banyak menimbulkan efek buruk bagi fisik dan mental, yakni antara lain sebagai berikut ini :
- Kemampuan konsentrasi berkurang.
- Daya tangkap syaraf otak berkurang.
- Penglihatan kabur / berkunang-kunang.
- Pasokan sirkulasi darah ke jantung berkurang.
Yang penting bagi pecandu ganja adalah efek enak dan nikmat dunia yang semu seperti :
- Rasa gembira.
- Percaya diri / PD meningkat pesat.
- Peka pada suara.
Share:

Mencari Tempat Lain Selain Bumi


Mencari Tempat  Lain Selain Bumi

Isu Pemanasan Global yang marak belakangan ini suka tidak suka telah membuat skeptisme tersendiri terhadap keberadaan bumi, jangan-jangan bumi sudah akan musnah sebelum kiamat. Dampak pemanasan global yang sudah berdampak kepada mencair nya permukaan es di kedua kutub yang sudah pasti berdampak terhadap menaiknya permukaan air terhadap daratan. Selain itu dengan semakin ‘habis’-nya sumberdaya alam dan energi  akibat eksplorasi besar-besaran manusia dan konsumsi yang ‘berlebihan’,  membuat beberapa orang didunia ini (mungkin) termasuk saya, sedang memikirkan potensi kemungkinan untuk ‘hijrah’ ke bumi kedua.
Saya sedang mencoba-coba mencari salah satu ayat di Al-Quran yang ‘barangkali’ bisa ditafsirkan tentang ‘kemungkinan’ kehidupan dunia versi Bumi ke-2 dan barangkali mahluk lain selain Manusia. Cuma sepertinya usaha saya belum membuahkan hasil karena keterbatasan ilmu agama saya didalam mentafsirkan kesustraan tingkat tinggi ayat -ayat Allah Penguasa Jagat Raya ini.
Usaha-usaha manusia untuk menuju ke sana  (disadari atau tidak) sebenarnya sudah dirintis sejak dimulainya perjalanan luar angkasa baik dengan atau tanpa awak yang dimulai oleh Uni Soviet dan USA. Dimulai dari sekolompok asteriod kecil, pendaratan di bulan (red. walau masih kontroversi) hingga perjalanan menuju Mars, Venus , bahkan sudah mencapai Jupiter (jika saya tidak salah). Namun sayang berdasarkan penelitian ahli-ahli (bukan saya lho ^_^ ), sementara ini belum ada ‘kandidat’ yang layak untuk menjadi Bumi Ke-2 bagi manusia. Jadi intinya isu soal ‘Tempat indah diluar Bumi’ dan Mahluk-mahluk non manusia sampai sekarang masih isu belaka.
Tapi manusia pantang menyerah, keterbatasan dana dan teknologi lah yang membuat penjelajahan luar angkasa mengexlporasi planet2 baru diluar dan didalam galaxi Bima Sakti menjadi batu sandungan. Konsepnya adalah semua penjelajahan Luar Angkasa membutuhkan ‘energi’ dalam bentuk apapun supaya bisa mengarungi perjalanan waktu diluar angkasa yang panjang dan lama. Jadi intinya adalah ‘kecepatan’ dan ‘energi’ untuk menghasilkan kecepatan itu. Jika dalam balapan Formula 1 untuk membentuk suatu kecepatan optimal digabunglah aspek power dari mesin, aerodinamika , akselerasi , dan tentu saja harus dengan mengikuti peratutan FIA. Kalau perjalanan luar angkasa ‘kecepatan’ dan ‘energi’  lebih menjadi fokus . Maximal kecepatan yang sudah dicapai per 1998 sekitar 35,000mill/hour untuk pesawat-pesawat luar angkasa yang dianalogikan dari LA - New York sekitar 4 menitan.  Tapi itu belum cukup untuk ‘Liga’ Luar Angkasa dimana perjalanan dengan kecepatan segitu masih terasa lama untuk mencapai suatu target tertentu. Misalkan Matahari ke Bumi sekitar perjalanan 70,000 ribu tahun. Dengan kecepatan yang ada sekarang bisa-bisa ditengah jalan sudah habis bahan bakar pendorong mesin roket. Dari sisi ‘energi’ dengan terbatasnya daya tampung bahan bakar yang terbatas dan ’sangat tidak mungkin’ jika sebuat pesawat luar angkasa memiliki tangki minyak sebesar stadiun senayan. Boro-boro mikir gimana terbangnya, untuk menaikannya saja sudah butuh energi minimal bisa mendorong ’stadiun itu’ bisa mencapai 25,000mill/jam supaya bisa lepas dari gravitasi bumi.
Beberapa konsep baru untuk bisa mendongkrak kecepatan mesin roket utnuk mendorong shuttle space bisa ‘melompat lebih jauh’ . Mulai dari Solar Cell , yang menggunakan cell-cell penyerah matahri dipermuakaan roket/shuttle space, hingga teknologi paling mutakhir yang sedang diteliti yakni Anti Matters . Konsepnya adalah dengan berenergikan ‘Anti matters’ jika bersentuhan dengan Matters maka diperkirakan itu menjadi sebuah energi yg maha dasyat . 1 Sendok teh anti matter ini bisa sama dengan 100x ledakan Bom Hidrogen. Buset … kira 2x  ledakan 1 Bom Hidrogen bisa menerbangkan satu benda 1 ton ampe berapa KM/jam yah ???. Konsep ini sangat bagus cuma karena untuk membuat ‘anti matters’ ini teramat sangat-sangat mahal, maka usaha perjalanan mencari Bumi Kedua sementara ini masih terhambat sampai ditemukan metode baru yg lebih murah dan bisa mencapai minimal 100,000 mill/jam.
Kalau saya pribadi mungin mengusulkan sebuah penelitian mengenai ‘dinamika ruang hampa’ yg tersinspirasi dari konsep Aerodinamika F1. ‘Ruang Hampa’ dinamika ini diharapkan bisa ‘membantu’ menjadi leverage untuk meningkatkan kecepatan tentu saja jika bisa digabungkan dengan ‘energi’  yang pasti walau tidak bisa menemukan bumi kedua, setidaknya ilmu pengetahuan khususnya mengenai lar angkasa akan semakin berkembang dan maju. Setidaknya walau dimasa mendatang terbukti ’hanya’ Bumi yang Allah ijinkan untuk menjadi tempat tinggal manusia, setidaknya manusia telah berusaha untuk menaklukan jagat raya ini dan untuk ‘berusaha’ melakukan perubahan.
Share:

04 Desember 2011

IQ, EQ dan SQ; dari Kecerdasan Tunggal ke Kecerdasan Majemuk

Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya.Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.Dalam pandangan psikologi, sesungguhnya hewan pun diberikan kecerdasan namun dalam kapasitas yang sangat terbatas. 

Oleh karena itu untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya lebih banyak dilakukan secara instingtif (naluriah). Berdasarkan temuan dalam bidang antropologi, kita mengetahui bahwa jutaan tahun yang lalu di muka bumi ini pernah hidup makhluk yang dinamakan Dinosaurus yaitu sejenis hewan yang secara fisik jauh lebih besar dan kuat dibandingkan dengan manusia. Namun saat ini mereka telah punah dan kita hanya dapat mengenali mereka dari fosil-fosilnya yang disimpan di musium-musium tertentu. Boleh jadi, secara langsung maupun tidak langsung, kepunahan mereka salah satunya disebabkan oleh faktor keterbatasan kecerdasan yang dimilikinya. Dalam hal ini, sudah sepantasnya manusia bersyukur, meski secara fisik tidak begitu besar dan kuat, namun berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan dan peradaban hidupnya.

Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan. Dalam hal ini, C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Sementara itu, Anita E. Woolfolk (1975) mengemukan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga pengertian, yaitu : (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; dan (3) kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya. Memang, semula kajian tentang kecerdasan hanya sebatas kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa disebut Kecerdasan Intelektual yang bersifat tunggal, sebagaimana yang dikembangkan oleh Charles Spearman (1904) dengan teori “Two Factor”-nya, atau Thurstone (1938) dengan teori “Primary Mental Abilities”-nya. 

Dari kajian ini, menghasilkan pengelompokkan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk Inteligent Quotient (IQ), yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental (mental age) dengan tingkat usia (chronological age), merentang mulai dari kemampuan dengan kategori Ideot sampai dengan Genius (Weschler dalam Nana Syaodih, 2005). Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian, Lewis Terman dari Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mempertimbangkan norma-norma populasi sehingga selanjutnya dikenal sebagai tes Stanford-Binet.
Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.

Adalah Daniel Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Menurut hemat penulis sesungguhnya penggunaan istilah EQ ini tidaklah sepenuhnya tepat dan terkesan sterotype (latah) mengikuti popularitas IQ yang lebih dulu dikenal orang. Penggunaan konsep Quotient dalam EQ belum begitu jelas perumusannya. Berbeda dengan IQ, pengertian Quotient disana sangat jelas menunjuk kepada hasil bagi antara usia mental (mental age) yang dihasilkan melalui pengukuran psikologis yang ketat dengan usia kalender (chronological age).

Terlepas dari “kesalahkaprahan” penggunaan istilah tersebut, ada satu hal yang perlu digarisbawahi dari para “penggagas beserta pengikut kelompok kecerdasan emosional”, bahwasanya potensi individu dalam aspek-aspek “non-intelektual” yang berkaitan dengan sikap, motivasi, sosiabilitas, serta aspek – aspek emosional lainnya, merupakan faktor-faktor yang amat penting bagi pencapaian kesuksesan seseorang.

Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup. Pekembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan. Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka (manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal-spiritual). 

Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya. pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan seperti itu menurut Zakiah Darajat (1970) disebut sebagai pengalaman keagamaan (religious experience).
Brightman (1956) menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas kebaradaan-Nya, namun juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari (Abin Syamsuddin Makmun, 2003).

Temuan ilmiah yang digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, dan riset yang dilakukan oleh Michael Persinger pada tahun 1990-an, serta riset yang dikembangkan oleh V.S. Ramachandran pada tahun 1997 menemukan adanya God Spot dalam otak manusia, yang sudah secara built-in merupakan pusat spiritual (spiritual centre), yang terletak diantara jaringan syaraf dan otak. Begitu juga hasil riset yang dilakukan oleh Wolf Singer menunjukkan adanya proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan yang secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk hidup lebih bermakna. 

Pada God Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam (Ari Ginanjar, 2001). Kajian tentang God Spot inilah pada gilirannya melahirkan konsep Kecerdasan Spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Dengan istilah yang salah kaprahnya disebut Spiritual Quotient (SQ)
Jauh sebelum istilah Kecerdasan Spiritual atau SQ dipopulerkan, pada tahun 1938 Frankl telah mengembangkan pemikiran tentang upaya pemaknaan hidup. Dikemukakannya, bahwa makna atau logo hidup harus dicari oleh manusia, yang di dalamnya terkandung nilai-nilai : (1) nilai kreatif; (2) nilai pengalaman dan (3) nilai sikap. 

Makna hidup yang diperoleh manusia akan menjadikan dirinya menjadi seorang yang memiliki kebebasan rohani yakni suatu kebebasan manusia dari godaan nafsu, keserakahan, dan lingkungan yang penuh persaingan dan konflik. Untuk menunjang kebebasan rohani itu dituntut tanggung jawab terhadap Tuhan, diri dan manusia lainnya. Menjadi manusia adalah kesadaran dan tanggung jawab (Sofyan S. Willis, 2005).

Di Indonesia, penulis mencatat ada dua orang yang berjasa besar dalam mengembangkan dan mempopulerkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yaitu K.H. Abdullah Gymnastiar atau dikenal AA Gym, da’i kondang dari Pesantren Daarut Tauhiid – Bandung dengan Manajemen Qalbu-nya dan Ary Ginanjar, pengusaha muda yang banyak bergerak dalam bidang pengembangan Sumber Daya Manusia dengan Emotional Spritual Quotient (ESQ)-nya.

Dari pemikiran Ary Ginanjar Agustian melahirkan satu model pelatihan ESQ yang telah memiliki hak patent tersendiri. Konsep pelatihan ESQ ala Ary Ginanjar Agustian menekankan tentang : (1) Zero Mind Process; yakni suatu usaha untuk menjernihkan kembali pemikiran menuju God Spot (fitrah), kembali kepada hati dan fikiran yang bersifat merdeka dan bebas dari belenggu; (2) Mental Building; yaitu usaha untuk menciptakan format berfikir dan emosi berdasarkan kesadaran diri (self awareness), serta sesuai dengan hati nurani dengan merujuk pada Rukun Iman; (3) Mission Statement, Character Building, dan Self Controlling; yaitu usaha untuk menghasilkan ketangguhan pribadi (personal strength) dengan merujuk pada Rukun Islam; (4) Strategic Collaboration; usaha untuk melakukan aliansi atau sinergi dengan orang lain atau dengan lingkungan sosialnya untuk mewujudkan tanggung jawab sosial individu; dan (5) Total Action; yaitu suatu usaha untuk membangun ketangguhan sosial (Ari Ginanjar, 2001).

Berkembangnya pemikiran tentang kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) menjadikan rumusan dan makna tentang kecerdasan semakin lebih luas. Kecerdasan tidak lagi ditafsirkan secara tunggal dalam batasan intelektual saja. Menurut Gardner bahwa “salah besar bila kita mengasumsikan bahwa IQ adalah suatu entitas tunggal yang tetap, yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas”. Hasil pemikiran cerdasnya dituangkan dalam buku Frames of Mind.. Dalam buku tersebut secara meyakinkan menawarkan penglihatan dan cara pandang alternatif terhadap kecerdasan manusia, yang kemudian dikenal dengan istilah Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence) (Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, 2002) .

Berkat kecerdasan intelektualnya, memang manusia telah mampu menjelajah ke Bulan dan luar angkasa lainnya, menciptakan teknologi informasi dan transportasi yang menjadikan dunia terasa lebih dekat dan semakin transparan, menciptakan bom nuklir, serta menciptakan alat-alat teknologi lainnya yang super canggih. Namun bersamaan itu pula kerusakan yang menuju kehancuran total sudah mulai nampak. Lingkungan alam merasa terusik dan tidak bersahabat lagi. Lapisan ozon yang semakin menipis telah menyebabkan terjadinya pemanasan global, banjir dan kekeringan pun terjadi di mana-mana Gunung-gunung menggeliat dan memuntahkan awan dan lahar panasnya. Penyakit-penyakit ragawi yang sebelumnya tidak dikenal, mulai bermunculan, seperti Flu Burung (Avian Influenza), AIDs serta jenis-jenis penyakit mematikan lainnya. Bahkan, tatanan sosial-ekonomi menjadi kacau balau karena sikap dan perilaku manusia yang mengabaikan kejujuran dan amanah (perilaku koruptif dan perilaku manipulatif).

Manusia telah berhasil menciptakan “raksasa-raksasa teknologi” yang dapat memberikan manfaat bagi kepentingan hidup manusia itu sendiri. Namun dibalik itu, “raksasa-raksasa teknologi” tersebut telah bersiap-siap untuk menerkam dan menghabisi manusia itu sendiri. Kecerdasan intelektual yang tidak diiringi dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya, tampaknya hanya akan menghasilkan kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan dirinya maupun umat manusia. Dengan demikian, apakah memang pada akhirnya kita pun harus bernasib sama seperti Dinosaurus ?

Dengan tidak bermaksud mempertentangkan mana yang paling penting, apakah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional atau kecerdasan spiritual, ada baiknya kita mengambil pilihan eklektik dari ketiga pilihan tersebut. Dengan meminjam filosofi klasik masyarakat Jawa Barat, yaitu cageur, bageur, bener tur pinter, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa dengan kecerdasan intelektualnya (IQ) orang menjadi cageur dan pinter, dengan kecerdasan emosional (EQ) orang menjadi bageur, dan dengan kecerdasan spiritualnya (SQ) orang menjadi bener. Itulah agaknya pilihan yang bijak bagi kita sebagai pribadi maupun sebagai pendidik (calon pendidik)!

Sebagai pribadi, salah satu tugas besar kita dalam hidup ini adalah berusaha mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang kita miliki, melalui upaya belajar (learning to do, learning to know (IQ), learning to be (SQ), dan learning to live together (EQ), serta berusaha untuk memperbaiki kualitas diri-pribadi secara terus-menerus, hingga pada akhirnya dapat diperoleh aktualisasi diri dan prestasi hidup yang sesungguhnya (real achievement).

Sebagai pendidik (calon pendidik), dalam mewujudkan diri sebagai pendidik yang profesional dan bermakna, tugas kemanusiaan kita adalah berusaha membelajarkan para peserta didik untuk dapat mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang dimilikinya, melalui pendekatan dan proses pembelajaran yang bermakna (Meaningful Learning) (SQ), menyenangkan (Joyful Learning) (EQ) dan menantang atau problematis (problematical Learning) (IQ), sehingga pada gilirannya dapat dihasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang cageur, bageur, bener, tur pinter.

Sebagai penutup tulisan ini, mari kita renungkan ungkapan dari Howard Gardner bahwa : “BUKAN SEBERAPA CERDAS ANDA TETAPI BAGAIMANA ANDA MENJADI CERDAS ! ”
Share:

Archives